Rabu, 09 Januari 2013

Di Saat Tangan Ingin Menulis....

Langit masih terus menatapku. Bumi masih terus berbisik tentangku. Hujan pun turun ikut mengejekku. Aku yang hanya diam sendiri berlari menuju gubuk tua yang terlihat nyaman itu. Atap yang menutupiku dari tatapan langit. Lantai yang menulikan telingaku akan bisikan bumi. Dan sebuah perlindungan yang mengalihkanku dari ejekan langit.
Semula tidak terdengar apa-apa, hanya suara hujan yang memeluk bumi. Kecil namun pasti suara langkah yang membelah tatapan, bisikan, dan ejekan itu datang dari arah timur. Tib-tiba pintu gubuk terbuka. Suara langkah itu berderap diikuti decitan lantai dengan sepatunya. Aku hanya meringkuk di dalam lemari tua yang sudah rapuh, mungkin -tidak lama lagi- atap lemari itu akan jatuh menimpaku. Aku meringkuk ketakutan dan hanya berharap lemari ini mampu bertahan sampai waktunya.
Hentakan keras mengagetkanku. Pintu lemari itu terbuka hingga hampir terlepas dari asalnya, dan -untungnya- atap lemari itu tidak jatuh menimpaku. Anak itu masih menggenggam pintu lemari erat-erat, napasnya yang terengah-engah dan butiran air yang jatuh dari pelipisnya. Aku tidak tahu itu keringat ataukah air hujan? Tiba-tiba ia menarikku ke pelukannya dengan keras dan erat namun tidak melukaiku.
"Aku menemukanmu" gumamnya.
"Kau menemukanku? Ba.. Bagaimana bisa?" suaraku bergetar di tengah keramaian hujan.
"Kau harusnya tahu dan ya kau pasti tahu karena aku telah mengucapkannya berulang kali. Aku pasti akan menemukanmu"

*****

"Dia baik-baik saja?"
Seorang wanita berusia 30-an, berambut hitam sebahu dan wajah khas asia, duduk di samping tempat tidur dimana seorang wanita muda sedang berbaring.
"Jujur aku tidak tahu. Tapi aku meyakinkan diriku sendiri kalau dia tidak apa-apa" seorang lelaki muda, berperawakan tinggi dan rambut coklat, berdiri di ambang pintu sambil menghadap wanita yang sedang tertidur itu.
"Dia terlihat... lelah, kau tahu?" laki-laki itu hanya diam.
"Harusnya kau tidak membawanya ke sini. Aku tidak bisa melakukan apa-apa. Ray, kau dengar aku?" tanya wanita itu lagi.
"Aku tidak mungkin membawanya ke rumah sakit. Dia bisa syok saat terbangun nanti." jawab laki-laki yang dipanggil Ray itu.
Wanita itu -Amora- menaikkan posisi selimut agar menutupi badan perempuan yang tertidur itu. Amora bangkit dan menepuk pundak Ray sebentar kemudian pergi ke luar kamar. Ray hanya tersenyum, sorot matanya mengucapkan terima kasih namun lidahnya kelu untuk mengucap kata.



Cerita ini terpikirkan saat pelajaran biologi dan pkn. dan tiba-tiba saja tanganku bergerak untuk menulis. berbekal buku catetan biologi dan pkn, aku membuka halaman belakang dan menulisnya di sana. Aku memikirkan sebuah cerita yang aku sendiri ingin mengetahui ceritanya sampai akhir. hanya saja tiba-tiba di tengah jalan aku berhenti. buntu mendadak. padahal aku sudah menemukan nama yang keren untuk cewek yang tertidur itu. Insya Allah saat tanganku bergerak ingin menulis lagi, aku sudah siap dengan kertas dan pensil. =)))


"Saat buntu datang"

Tidak ada komentar: